Friday, 18 November 2016

AS-SUNNAH DAN DEFINISINYA

AS-SUNNAH DAN DEFINISINYA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Kedudukan As-Sunnah dalam pembinaan hukum Islam dan pengaruhnya dalam kehidupan kaum Muslimin mulai dari masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabatnya, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in sampai zaman sekarang ini dan sampai hari Kiamat merupakan suatu kenyataan yang diterima sebagai kebenaran yang pasti dan tidak perlu dibuktikan lagi serta tidak dapat diragukan. Barangsiapa yang menela’ah Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya akan menemukan besarnya pengaruh As-Sunnah dalam pembinaan syari’at Islam dan keagungan serta keabadiannya yang tidak mungkin diingkari oleh pakar-pakar yang mengerti masalah ini.



Pembinaan hukum yang luhur diakui oleh para ahli ilmu di segala penjuru dunia. Kekaguman mereka menjadi bertambah apabila mempelajari As-Sunnah dengan sistem sanad yang telah dipaparkan oleh para ahli hadits, rangkaian sanad yang sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ahli hadits telah diteliti dan diuji serta mereka menulis kitab-kitab jarh wat ta’dil tentang para perawi hadits, hingga dengan cara demikian dapat dibedakan mana hadits yang shahih, dha’if dan maudhu’.

Namun, di samping adanya ulama yang berjuang membela As-Sunnah, ada pula orang-orang yang merongrong terhadap Islam, mereka menolak As-Sunnah, meragukan hujjah As-Sunnah serta meragukan pula pengumpulan hadits dan penyampaian riwayat dari para Shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka. Dalam pandangan sesat inilah terdapat persesuaian antara penentang-penentang Islam dari kalangan orang-orang kafir, munafiq dan kaum orientalis.

Perjuangan musuh-musuh Islam terus berlanjut dari zaman para Shahabat ridhwanullaahu ‘alaihim sampai hari ini. Mereka berusaha memadamkan cahaya Islam, menghancurkan segala hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, membunuh dan memenjarakan penyebar panji Islam serta memutar-balikkan fakta sejarah Islam yang benar. Tetapi Allah akan senantiasa menyempurnakan cahaya Islam.

“Artinya : Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahayanya meskipun orang-orang kafir benci.” [Ash-Shaff: 8]

Ironisnya, justeru para penentang Islam dewasa ini di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang dianggap ulama dan cendekiawan yang mereka terpengaruh dan diperalat oleh musuh-musuh Islam dari Yahudi dan Nasrani serta para orientalis yang menghancurkan Islam.

Adapun sebab-sebab terjeratnya sebagian tokoh kaum Muslimin oleh kaum orientalis Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas menentang Islam adalah:

[a]. Mereka tidak menguasai hakekat Islam yang diwariskan dan tidak menelaahnya dari sumber-sumber yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.

[b]. Tertipu oleh “sistematika-sistematika ilmiah yang semu” yang mengundang mereka kepada konflik.

[c]. Ada keinginan supaya terkenal sebagai ahli fikir, pakar atau supaya dikatakan sebagai tokoh cendekiawan, tujuannya mencari popularitas dunia.

[d]. Dirinya dikuasai oleh hawa nafsu sehingga pemikirannya yang sesat tidak dapat bergerak melainkan hanya mengekor kepada kaum orientalis.

[e]. Mereka berambisi untuk mendapatkan harta yang banyak, kedudukan dan pangkat, sehingga mereka menyembunyikan kebenaran ayat-ayat Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka, alangkah beraninya mereka menentang api Neraka! Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurun-kan Al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesung-guhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).” [Al-Baqarah: 174-176].[1]

Tidak diragukan lagi bahwa pertentangan yang ter-jadi antara umat Islam dan penentang-penentangnya tidak akan selesai dan berhenti begitu saja sebelum mak-sud jahat mereka terbongkar dan terkalahkan. Pertentangan ini berlangsung antara haq dan hawa nafsu, antara ilmu dan kebodohan, antara lapang dada dan dendam, serta antara cahaya dan kegelapan.

Menurut Sunnatullaah, kebenaran, ilmu, sikap lapang dada dan cahaya itu selamanya pasti menang, sebagai-mana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya.

“Artinya : Bahkan Kami (Allah) melemparkan yang haq itu atas kebathilan, sehingga yang haq itu menghancurkannya dan musnahlah kebathilan itu. Dan kecelakaanlah bagi-mu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak).” [Al-Anbiyaa’: 18]

Di antara tokoh-tokoh yang menentang Sunnah adalah Mahmud Abu Rayyah dalam buku Adhwaa-u ‘alas Sunnah Muhammadiyyah, Dr. Thaha Husain, Dr. ‘Ali Hasan ‘Abdul Qadir, Anderson, Goldzieher, Schacht, Har Gibb, Philip K. Hitti, Dr. Taufiq Shidqi dalam maka-lahnya: al-Islam Huwal Qur-aan Wahdah, dan selainnya.[2]

[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]
_________
Foote Note
[1]. Lihat juga surat Al-Baqarah ayat 159-160
[2]. As-Sunnah wa Makaanatuha fit Tasyri' Islami oleh Dr. Mushtahafa As-Siba'i, cetakan Al-Maktab Al-Islami th 1398H, atau pada hal. 15-37, cetakan I/Daarul Warraaq th 1419H. Diraasat fil Hadits An-Nabawy (hal. 26), Dr Muhammad Musthafa Al-A'zhumy, Difaa' 'anis Sunnah, Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah.

15 Petunjuk Menguatkan Iman | Petunjuk Menguatkan Iman

15 Petunjuk Menguatkan Iman | Petunjuk Menguatkan Iman

Tak seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu merawat bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini insya'allah membantu kita dalam usaha mulia itu.

Tsabat (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu sangat perlu mendapat perhatian serius.

Pertama, pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala bidang telah menjadi fenomena umum.



Kedua, banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada awal kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran mendalam. Untuk mengatasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap muslim tetap memiliki kekuatan iman. 

Ketiga, pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Dinamakan hati karena ia (selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin." (HR. Ahmad, Shahihul Jami' no. 2361) 

Maka, mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras, agar hati tetap teguh dalam keimanan. 

Dan sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur'an dan Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat. Berikut ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah untuk memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita. 

Akrab dengan Al Qur'an 

Al Qur'an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur'an adalah tali penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan berpegang teguh dengan Al Qur'an niscaya Allah memeliharanya; siapa mengikuti Al Qur'an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang mendakwahkan Al Qur'an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus. Dalam hal ini Allah berfirman: 



"Orang-orang kafir berkata, mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (Al Furqan: 32-33)
Beberapa alasan mengapa Al Qur'an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat adalah: Pertama, Al Qur'an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa seseorang, karena melalui Al Qur'an, hubungan kepada Allah menjadi sangat dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur'an diturunkan sebagai penentram hati, menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari hempasan berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur'an menunjukkan konsepsi serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin akan menjadikan Al Qur'an sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur'an menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya. Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya, maka turunlah ayat: "Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu." (Adl Dluha: 3) (Syarh Nawawi, 12/156). Orang yang akrab dengan Al Qur'an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al Qur'an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur'an berikut tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.

Iltizam (komitmen) terhadap syari'at Allah
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia kehendaki." (Ibrahim: 27)

"Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran)." (An Nisa': 66)
Karena itu, menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata: "Adapun dalam kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan dan amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam kubur." (Ibnu Katsir: IV/421)

Maka jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh.

Mempelajari Kisah Para Nabi

Mempelajari kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah ini dalam firman-Nya:
"Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (Hud: 120)
Sebagai contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang diberitakan dalam Al Qur'an:
"Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi." (Al Anbiya': 68-70)
Bukankah hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan membuahkan keteguhan iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang tegar menghadapi kezhaliman Fir'aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah kisah itu mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa?

Tak sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari alasan mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut gertakan penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar ma'ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu diubah).

Bukankah dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya.

Berdo'a 
Di antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do'a yang tertulis dalam firmanNya:

"Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran: 8)

"Ya Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami serta tolonglah kami dari orang-orang kafir." (Al Baqarah: 250)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya seluruh hati Bani Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki." (HR. Muslim dan Ahmad)
Agar hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak memanjatkan do'a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam shalat.
"Wahai (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu." (HR. Turmudzi)
Banyak lagi do'a-do'a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk berdo'a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian kehidupan.

Dzikir kepada Allah 

Dzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat. Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya." (Al Anfal: 45)
Dalam ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik untuk mencapai tsabat dalam jihad. Ingatlah Yusuf Alaihis Salam! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma'adzallah (aku berlindung kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?

Demikianlah pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang beriman.

Menempuh Jalan Lurus 
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga menceraiberaikan kamu dari jalanNya." (Al An'am: 153)
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu golongan yang selamat (HR. Ahmad, hasan)

Dari sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti dalam praktek keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan hadits, jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya. Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan).

Itulah yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas. Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi'in dan para imam shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah. Atau sebagian menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.

Orang yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari suatu lingkungan sesat ke lingkungan bid'ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari mu'tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta'wil ke murji'ah, dari thariqat yang satu ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita berpegang teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan tetap kuat dalam situasi apapun.

Menjalani Tarbiyah 

Tarbiyah (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak. Paling tidak ada empat macam :

Tarbiyah Imaniyah, yaitu pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja' (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur'an dan Sunnah.

Tarbiyah Ilmiyah, yaitu pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid buta yang tercela.

Tarbiyah Wa'iyah, yaitu pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.

Tarbiyah Mutadarrijah, yaitu pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.

Itulah beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa.

Meyakini Jalan yang Ditempuh 

Tak dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat (keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:

Pertama, kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.

Kedua, kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita pegang, sebagaimana firman Allah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih." (QS. 27: 59)

Bagaimana perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati, binatang, orang kafir, penyeru bid'ah, orang fasik, orang Islam yang tidak mau berdakwah atau da'i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sesungguhnya.

Berdakwah

Jika tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul untuk membebaskan manusia dari adzab Allah.

Maka tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia, bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Jika seorang da'i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan semakin menambah dan mengokohkan keimanannya.

Dekat dengan Ulama 

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara manusia ada orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan." (HR. Ibnu Majah, no. 237, hasan)

Senantiasa bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang. Tercatat dalam sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: "Di hari riddah (pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad."

Bila mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya. Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan keteguhan iman ( Al Wabilush Shaib, hal. 97).

Meyakini Pertolongan Allah 

Mungkin pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah, tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia banyak membutuhkan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman:
Dan berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. " (Ali Imran: 146-148)
Mengetahui Hakekat Kebatilan 

Allah berfirman:
"Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri ." (Ali Imran: 196)

"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur'an (supaya jelas jalan orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat jahat (musuh-musuh Islam)." (Al An'am: 55)

"Dan Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna, sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap." (Al Isra': 81)
Berbagai keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman. Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.

Memiliki Akhlak Pendukung Tsabat 

Akhlak pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran." (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Tanpa kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama mencapai tsabat.

Nasehat Orang Shalih 

Nasehat para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu, dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang banyak dan lain-lain.

Bahkan seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana pula halnya dengan kita?

Merenungi Nikmatnya Surga

Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin. Orang yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan dan kekuatan imannya.

Dalam meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir, istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau mengatakan: "Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah Surga". (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih) 

Adab Tilawah (Membaca) Al-Quran


"Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an maka baginya sepuluh kebaikan. Sedangkan satu kebaikan itu dilipat gandakan hingga sepuluh kali. saya tidak mengatakan alif laam mim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf dan mim juga satu huruf," (HR. Tirmidzi). Itu baru satu kata, lalu bagaimana kalau kita membaca satu juz atau lebih setiap malamnya? 

Tentu sudah tak terhitung berapa banyak pahala yang mengalir ke catatan amal kita tanpa kita sadari. Belum lagi kalau saat itu bertepatan dengan malam lailatul qadar. Berarti apa yang kita lakukan pada saat itu sama dengan pahala yang kita peroleh ketika membaca Al-Qur'an selama 83 tahun lebih tanpa henti. Subhanallah. Dan, untuk menyambut datangnya bulan ini, seyogyanya kita memahami adab tilawah, adab membaca Al-Qur'an. Sehingga apa yang kita rencanakan sejak jauh-jauh hari itu bisa tercapai dengan baik. 


1 . Membaca dalam keadaan suci dari hadats, menghadap qiblat dan duduk dengan baik 

Al-Qur'an bukanlah seperti buku biasa, atau seperti surat kabar harian yang boleh dibaca di mana saja serta dalam keadaan apa pun. Tidak. Al-Qur'an jelas sangat berbeda dengan semua itu. Al-Qur'an merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala sumber hukum. Kitab suci yang terbebas dari perubahan hingga akhir zaman. Sehingga sudah sangat wajar bila kita harus memperlakukannya dengan khusus pula. Didahului dengan berwudlu, sebagai wujud pensucian diri. Lalu dilanjutkan dengan mengambil dan membawanya dengan tangan kanan, sebagai lam bang kebaikan, selanjutnya duduk dengan tenang dan siap untuk membacanya. Demikianlah yang harus dilakukan sebelum membacanya, sehingga Allah berfirman: "Tidak' menyentuhnya kecuali hambahamba yang disucikan". (Al-Waqiah: 79). 

2. Membaca dengan tartil (perlahan-lahan) 

Seringkali kita mendengar seseorang membaca Al-Qur'an dengan sangat cepat dan terburu-buru. Ia seperti orang yang sedang dikejar hantu. Atau bisa jadi kita juga terpancing untuk membacanya dengan cepat, agar lebih cepat selesai. Padahal membaca dengan cara seperti ini tentu sangat sulit menempatkan huruf pada makhraj yang benar. Terlebih lagi, pandangan mata kita kurang bisa terfokus dengan baik. Akibatnya, kesalahan demi kesalahan akan terus terulang tanpa kita sadari. Kata "Rahiim" yang berarti "Maha Penyayang" misalnya. 

Bila mata kita melihat dengan cepat, bisa jadi lidah kita akan keseleo dan akhirnya membaca "Rajiim" yang bermakna "Yang dimurkai", ini kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya suatu kesalahan yang sangat fatal karena arti kedua kalimat itu sangat bertolak belakang. Bayangkan, bila kesalahan itu terjadi pada lafadz basmalah, tentu hal ini sangat fatal. Karena itu, Allah berfirman: "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS. Al-Muzammil: 4). 

3. Membacanya dengan khusyu. 

Tampakkan kesedihan bila membaca ayat yang menunjukkan ancaman dan siksa. Dan, berseriserilah bila mendengar berita gembira. Itulah nasehat Rasulullah kepada sahabat dan seluruh umat Islam. Sehingga tidak jarang kita menemukan ulama yang menangis tersedu-sedu. "Bacalah AIQur'an dan menangislah karenanya. Bila kalian tidak bisa menangis maka berpura-puralah untuk menangis." (HR. Bukhari dan Muslim). Berpura-pura menangis ini dilakukan ketika membaca Al-Quran send irian. Sedang tidak bersama orang lain. Agar keikhlasan tetap terjaga. Lihatlah! betapa tubuh seorang sahabat yang bernama Uwais al-Qarni menggigil hebat, lalu terjatuh dan pingsan cukup lama setelah membaca membaca firman Allah: "Ha mim. Oemi kitab yang menjelaskan, sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu motam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. 

Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." Dia membacanya hingga "Kecuali orang-orang yang diberi rahmat Allah. Sesungguhnya Oialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. " (QS. Ad-Dukhan: 1-100).

4. Membacanya dengan suara yang enak didengar. 
Bersyukur kepada Allah, bila dikaruniai suara yang merdu dan enak didengar adalah suatu keharusan. Caranya, dengan memanfaatkan kemerduan suara itu untuk membaca Al-Qur'an. Sehingga orang yang mendengar keindahan suara kita semakin tertarik dan ingin belajar membaca Al-Qur'an. Rasulullah SAW bersabda, "Hiasilah Al-Qur'an dengan suara kalian." (HR. Bukhari). Tapi bila merasa khawatir akan ria atau sumah, maka bacalah Al-Qur'an dengan suara yang cukup didengar sendiri. "Orang yang membaca Al-Qur 'an dengan keras bagaikan orang yang bershadaqah dengan terang-terangan." (HR. Turmudzi). 

5. Membaca dengan tadabur disertai dengan kehadiran hati untuk memahami arti dan rahasianya. 
Hal ini sudah sangat jelas dan tidak perlu dibahas lebih jauh bahwaAl-Qur'an bukanlah kitab biasa yang hanya dibaca sambil lalu, tapi ia adalah pedoman hidup yang harus dihayati, bukan sekadar dibaca tanpa tahu makna dan maksudnya. Allah berfirman: 'Apakah mereka tidak merenungkan AI Qur'an." (QS. An-Nisa: 82) Sangat banyak yang bisa direnungkan. Bahkan diri kita juga menjadi obyek perenungan. Misalnya, bersyukurlah karena hidung kita tidak menghadap ke atas, karena kalau itu yang terjadi tentu air akan akan masuk ke dalam hidung setiap kali kita kehujanan atau mandi. Ini adalah contoh yang simpel dari sekian banyak obyek perenungan lainnya "Don (juga) pada dirimu sendiri Maka apakah kamu tiada memperhatikan?" (Adz-Dzariyat: 21) 

6. Bukan menjadi orang yang tidak menghiraukan apa yang dibaca. 
Bersikap apatis dan acuh terhadap apa yang dibaca, tentu bukan sikap yang terpuji. Karena bisa jadi, saat itu kita melaknat diri sendiri. Memang, demikianlah akibatnya bila tingkah laku kita bertentangan dengan apa yang dibaca. "lngatlah! Kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim." (QS. Huud: 18) Dengan demikian tidak ada pilihan lain, belajar bahasa arab merupakan solusi terbaik sehingga kita bisa memahami arti sekaligus penafsiran ulama. Atau setidak-tidaknya merujuk kembali kepada tejemah Al-Qur'an. Di dalam Taurat disebutkan, "Mengapa kamu tidak malu kepada-Ku? Ketika kamu mendapat kiriman surat dari seorang teman, kamu berhenti sejenak dan menyempatkan diri membacanya, huruf demi huruf. Agar kamu bisa memahaminya dengan baik dan tidak ada yang terlewatkan. Dan, inilah kitab yang Aku turunkan kepadamu. Perhatikan! Bagaimana Aku menjelaskan setiap permasalahan dengan terperinci. Dan perhatikan! betapa sering Aku mengulanginya sehingga kamu bisa merenungkannya. Tapi lihatlah! Apa yang kamu lakukan, kamu pun berpaling darinya. Sehingga Aku menjadi kurang bermakna bagimu dibandingkan dengan temanmu. 

Wahai hamba-Ku! Bila datang seorang teman mengunjungimu, kamu pun menyambutnya dengan hangat. Kamu memperhatikan dan mendengarkannya dengan seksama. Bila ada orang yang mengganggu pembicaraanmu, kamu pun segera menyuruhnya untuk diam. Dan, inilah sekarangAku datang kepadamu, ingin berbicara denganmu. Tapi apa yang terjadi? Kamu pun berpaling dariku. Mengapa kamu menjadikan Aku lebih tidak bermakna dari seorang temanmu?" Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan ketika membaca Al-Qur'an, sehingga kita "" tidak membacanya semau kita tanpa memperhatikan situasi dan kondisi. Ini semua agar tilawah kita lebih bermakna dan benar benar beda.

9 jenis anak setan

Simaklah dengan seksama  dan jadikan sebagai peringatan kita setiap hari dimana syaitan2 kurang ajar ini mengganggu hidup harian yang mungkin selama ini kita tidak sedar hasutan mereka. semoga menjadi pedoman hidup hingga keakhir hayat , Insya'Allah . Assalamualaikum wbt, 

Umar al-Khattab r. a berkata, terdapat 9 jenis anak syaitan :

1.    Zalituun
Duduk di pasar/kedai supaya manusia hilang sifat jimat cermat. Menggoda supaya manusia berbelanja lebih dan membeli barang-barang yang tidak perlu.

2.    Wathiin
Pergi kepada orang yang mendapat musibah supaya bersangka buruk terhadap Allah.


3.    A'awan
Menghasut sultan/raja/pemerintah supaya tidak mendekati rakyat. Seronok dengan kedudukan/kekayaan hingga terabai kebajikan rakyat dan tidak mahu mendengar nasihat para ulama.

4.    Haffaf
Berkawan baik dengan kaki botol. Suka menghampiri orang yang berada di tempat-tempat maksiat (cth: disko, kelab mlm & tempat yg ada minuman keras).

5.    Murrah
Merosakkan dan melalaikan ahli dan orang yg sukakan muzik sehingga lupa kepada Allah. Mereka ini tenggelam dalam keseronokan dan glamour etc.

6.    Masuud
Duduk di bibir mulut manusia supaya melahirkan fitnah, gosip, umpatan dan apa sahaja penyakit yg mula dari kata-kata mulut.

7.    Daasim (BERILAH SALAM SEBELUM MASUK KE RUMAH...)
Duduk di pintu rumah kita. Jika tidak memberi salam ketika masuk ke rumah, Daasim akan bertindak agar berlaku keruntuhan rumahtangga (suami isteri bercerai-berai, suami bertindak ganas, memukul isteri, isteri hilang pertimbangan menuntut cerai, anak-anak didera dan pelbagai bentuk kemusnahan rumah tangga lagi).

8.    Walahaan
Menimbulkan rasa was-was dalam diri manusia khususnya ketika berwuduk dan solat dan menjejaskan ibadat-ibadat kita yg lain.

9.    Lakhuus
Merupakan sahabat orang Majusi yang menyembah api/matahari. Dan yang terakhir ni yang paling teruk! (SCROLL DI BAWAH)

10. Isetan.
Sebuah pasaraya yg terkemuka di seluruh duniawi. terdapat di sekitar Lembah klang, singapore, Beijing &..... Kebaikan: Memberi potongan harga pada Karnival jualan 

Keburukan: Melalaikan manusia bershopping sehingga lupa waktu sembahyang dan lupe yg lakinya dah tunggu kat kereta. Pesanan ; Shopping tu agak2 sikit, jangan sampai berlebih2an pulak. Membazir itulah
sebenarnya amalan Syaitan

11. Hindusetan
Nie mereka2 yg menonton criter hindustan, sampai masuk waktu sembahyang, maseh menyonggol depan tv.....kapala keluar tanduk, tak sedar.......jadi lah hindusetan!!!

Kebohongan


Semasa Rasulullah SAW masih hidup, seorang sahabat bertanya, ''Mungkinkah seorang Mukmin itu pengecut?'' ''Mungkin,'' jawab Rasulullah. ''Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil (kikir)?'' ''Mungkin,'' lanjut Rasulullah. ''Mungkinkah seorang Mukmin itu pembohong?'' Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak!'' 

Ulama besar dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Sayid Sabiq (almarhum) ketika menukilkan hadis ini dalam bukunya Islamuna menjelaskan bahwa iman dan kebiasaan bohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Mukmin. Rasulullah SAW berwasiat agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong. Sebab, Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi yang tidak jujur. 


Kita baca sejarah pribadi besar Nabi Muhammad SAW, selama 40 tahun beliau menjadi pribadi yang jujur lebih dulu, hingga digelari Al-Amin, baru kemudian diangkat menjadi utusan Allah untuk mengajarkan Islam kepada umat manusia. Sabda Rasulullah, ''Berpegang-teguhlah dengan kebiasaan berkata benar. Sesungguhnya berkata benar mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkan ke surga. Seseorang yang selalu berkata benar, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan, jauhilah kebohongan. Sesungguhnya kebohongan mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan ke neraka. Seseorang yang biasa berbohong, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong.'' (HR Bukhari-Muslim). 

Bohong dengan kata atau perbuatan merupakan salah satu tanda-tanda nifaq (kemunafikan). Islam memandang kebohongan adalah induk dari berbagai dosa dan kerusakan dalam masyarakat. Krisis multidimensi yang melanda negara kita bermuara pada krisis akhlak. Salah satu bentuk krisis akhlak yang berdampak luas ialah krisis kejujuran. Krisis kejujuran menyuburkan praktik korupsi yang menggerogoti sendi-sendi kebangsaan. Karena kepandaian membohongi dan membuat lingkaran kebohongan, maka sebagian besar perbuatan korupsi, kolusi, suap, dan pungli sulit pembuktiannya. Kebohongan dapat membuat campur aduknya hal yang haq dan yang bathil. Sesuatu yang bathil seolah tampak sebagai kebenaran karena kepandaian membuat rekayasa dan kamuflase. 

Upaya memberantas korupsi, kolusi, suap, dan pungli takkan membawa hasil yang berarti tanpa diikuti kejujuran dalam penegakan hukum. Jika mau membersihkan moral birokrasi kita, maka yang pertama harus dilakukan ialah membangun kultur kejujuran, hingga setiap orang merasa malu melakukan kebohongan apa pun. Mari kita tegakkan kejujuran dan berhenti berbohong. Kejujuran tidak cukup sekadar slogan, tapi harus menjadi karakter dan kultur masyarakat. Sistem pemerintahan yang bersih dan transparan hanya dapat terwujud kalau para pemimpin dan segenap elemen bangsa konsisten dengan prinsip kejujuran. Katakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. 

Menjaga Lidah


Banyak hadis Rasulullah SAW yang menyuruh manusia berhati-hati terhadap lidah. Beliau bersabda, ''Barangsiapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.'' (Muttafaq 'alaihi dari Abu Hurairah dan Abu Syuraih). Demikianlah, lidah seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan banyak kesalahan. 

Imam Al-Ghazali telah menghitung ada dua puluh bencana karena lidah, antara lain, berdusta, ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, bersaksi palsu, sumpah palsu, berbicara yang tidak berguna, menertawakan orang lain, menghina mereka, dan sebagainya. Bahkan, Syekh Abdul Ghani An Nablisi menghitung bencana lidah ini sampai tujuh puluh dua macam yang disebutkan secara rinci. 


Perlu kita ingat bahwa orang yang banyak berbicara akan banyak berbuat kesalahan. Pembicaraannya sering merambah ke mana-mana sehingga tak jarang menjadi ghibah, yakni menceritakan cela orang lain. Karena itu, dalam hadis tersebut sangat jelas bahwa keselamatan itu terletak pada sikap diam. Tetapi, diamnya itu tidak berarti bahwa manusia harus mengunci mulutnya agar tidak berbicara sama sekali, melainkan seorang itu hendaknya hanya berkata yang baik-baik saja serta yang diridhai Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, ''Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.'' (HR Ibnu Mubarak). 

Seorang penyair berkata, ''Jagalah lisanmu wahai manusia. Jangan sampai menggigitmu karena ia ular berbisa. Banyak orang yang dikubur karena dibunuh lisannya. Ia menggigit bagaikan ular berbisa.'' 

Umumnya manusia gemar sekali mengumbar lidahnya. Karena itu, sebagai seorang mukmin yang senantiasa merasa diawasi Allah, kita wajib mengerti bahwa perkataan itu termasuk amalan yang kelak akan dihisab. Karena pena Allah tidak mengalpakan satu pun perkataan yang diucapkan manusia. Ia pasti mencatat dan memasukkannya ke dalam buku amal. 

Firman-Nya, ''Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Yaitu, ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada malaikat yang selalu hadir.'' (QS Qaf: 16-18). 

Karena itu, barangsiapa yang mengerti bahwa ucapannya itu sama dengan amal perbuatannya, yakni akan ditulis dan dihisab, niscaya sedikitlah pembicaraannya kecuali dalam hal yang berguna, dan dengan demikian dia akan selamat. 

Tidak sadar akan tandaNYA

Seorang Manusia berbisik, “Tuhan, bicaralah padaku.” 

Dan burung kutilang pun bernyanyi.
Tapi, manusia itu tidak mendengarkannya.

Maka, Manusia itu berteriak, “Tuhan, bicaralah padaku !”
Dan guntur dan petir pun mengguruh.
Tapi, Manusia itu tidak mendengarkannya.

MAnusia itu melihat sekelilingnya dan
berkata,
“Tuhan, biarkan aku melihat Engkau.”
Dan bintang pun bersinar terang.
Tapi, Manusia itu tidak melihatnya.

Dan, Manusia berteriak lagi, “Tuhan, tunjukkan aku keajaiban!” Mu”
Dan seorang bayi pun lahirlah.
Tapi, manusia itu tidak menyadarinya.

Maka, ia berseru lagi dalam keputus-asaannya, “Jamahlah aku, Tuhan!”
Dan segera, Tuhan pun turun dan menjamahnya.
Tapi, manusia itu malah mengusir kupu-kupu tersebut dan terus berjalan.

Betapa hal ini semua sebenarnya mengingatkan pada kita
bahwa Tuhan selalu hadir di sekitar kita dalam bentuk
sederhana dan kecil yang sering kita anggap lalu, bahkan dalam era elektronik ini …
karenanya saya ingin menambahkan satu lagi:

Manusia itu berseru, “Tuhan, aku membutuhkan pertolonganmu!”
Dan datanglah e-mail dengan berita-berita baik dan menguatkan.

Namun, ia justru menghapusnya dan terus berkeluh-kesah….

Berita baik itu adalah bahwa anda masih dicintai orang lain !

Sooo....Janganlah kita mencampakkan suatu anugerah, hanya karena anugerah itu tidak dikemas dalam bentuk yang diinginkan dan dimengerti oleh kita.

Etika Berpakaian dan Berhias


Etika Berpakaian dan Berhias

Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : “Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.


Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari). 

Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.

Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad, dinilai hasan oleh Al-Albani).

Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).

Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu ‘anhu mengatakan, Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari).

Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih).

Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih).

Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).

Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.

Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’alaih).

Ancaman Pornografi Dan Dampaknya


Pornografi dapat diidentifikasi sebagai penyakit sosial yang amat berbahaya. Dalam bahasa agama, pornografi dapat disebut sebagai biang kejahatan (umm al-khaba'its). Dikatakan demikian, karena pornografi dapat menimbulkan keburukan-keburukan lain dalam masyarakat. Pornografi dapat melemahkan ikatan-ikatan moral, serta mendorong timbulnya pola kehidupan baru yang cenderung permisif dan hedonistik.

Ancaman pornografi kini kian meningkat, tidak saja pornografi, tetapi juga pornoaksi. Pada yang pertama, kategori porno berbentuk foto atau gambar (grafis), sedangkan pada yang kedua (pornoaksi) berbentuk perbuatan atau perilaku. Tentu, yang kedua ini lebih mengancam, karena sifatnya yang langsung (live), konkret (externalized), dan menantang (interested).


Dalam bahasa Alquran, pornografi atau pornoaksi itu disebut tabarruj. Menurut para pakar tafsir, tabarruj berarti mempertontonkan segi-segi keindahan wanita (idzhar-u mahasin-i al-mar'at-i), atau memamerkan sesuatu yang menurut kelayakan harus ditutup (idzhar-u ma yajib-u ikhfa'uh-u). Firman Allah, "Dan hendaklah kamu jangan berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu." (QS al-Ahzab: 32).

Tabarruj seperti tersebut dalam ayat di atas menunjuk pada kebiasaan wanita zaman jahiliyah. Mereka biasa berdandan secara berlebihan dengan memperlihatkan perhiasan dan segi-segi keindahan tubuh mereka. Ini dilakukan justru ketika mereka hendak keluar rumah.

Kebiasaan mereka dalam hal ini kelihatannya tidak berbeda dengan wanita masa kini. Ini berarti, kebiasaan wanita pada zaman jahiliyah dulu (jahiliyyat al-ula) telah muncul kembali pada zaman jahiliyah modern sekarang (jahiliyyat al warn al'isyrin).

Wanita-wanita beriman diperintahkan agar meninggalkan kebiasaan jahiliyah. Mereka diminta agar lebih menjaga diri, dengan mengendalikan pandangan, menutup aurat, mengenakan kerudung atau jilbab, dan sama sekali tidak dibenarkan melakukan tabarruj (QS al-Nur: 31). Dalam suatu hadis, Rasulullah SAW melarang wanita dewasa membuka aurat. Dikatakan, aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali dua hal sebagai pengecualian, yaitu wajah dan telapak tangan (HR Abu Daud).

Dalam riwayat lain disebutkan, ketika diturunkan ayat 31 surat al-Nur di atas, wanita-wanita Muslimah serentak menutup kepala dan leher mereka. Bahkan, ada di antara mereka yang merobek kain sarung mereka sebagai kerudung atau jilbab. 

Jadi, perintah agar wanita Muslimah menutup aurat, menjaga kesopanan, dan kepantasan dengan berkerudung atau berjilbab, bukanlah masalah khilafiyah, tetapi ajaran Islam yang sebenar-benarnya berdasarkan Alquran dan As-Sunah.

Setiap Muslim, setingkat dengan kemampuan yang dimiliki, harus berusaha melawan pornografi dan pornoaksi. Usaha ini dirasakan makin penting dilakukan di tengah-tengah ancaman pornografi dan pornoaksi yang semakin menggila dewasa ini.

Ujian Kehidupan


Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu menghadapi dua keadaan yang saling bergantian. Suatu ketika merasakan duka, pada saat lain bertukar dengan suka. Pada saat duka seringkali manusia berkeluh kesah, seolah penderitaan tiada pernah berakhir. Sebaliknya, jika ia merasakan kebahagiaan, menjadi lupa.

''Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, bila ia mendapat kebaikandia menjadi kikir.'' (QS Al-Ma'arij [70]: 20-21). Ujian merupakan alat ukur keimanan dan ketakwaan seseorang, sampai di mana taraf keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.


''Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.''
(QS Al-Mulk [67]: 1-2).

Perasaan senang karena mendapatkan suatu karunia, baik berupa harta, pangkat, jabatan, anak, prestasi, atau prestise, juga salah satu ujian. Janganlah kita menjadi lupa bahwa karunia tersebut merupakan anugerah dari Yang Maha Penyayang, karena saat kita hadir di dunia tiada mempunyai apa-apa, baik ilmu apalagi harta.

''Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.'' (QS An-Nahl [16]: 78).

Keuletan, ketelitian, dan keteguhan perlu dimiliki oleh mereka yang ingin agar hidupnya berhasil mendapatkan kebahagiaan. Selaku manusia yang beriman kepada Allah SWT ujian kehidupan disikapi dengan tawakal, tidak panik, putus asa, lupa diri yang akan berakibat bagi kestabilan jiwanya.

Mengembalikan segala permasalahan kepada Allah SWT rasanya akan lebih menunjukkan bahwa memang manusia sangat membutuhkan pertolongan-Nya, serta meyakini bahwa di balik setiap kesulitan akan muncul kemudahan. Bersyukur terhadap segala pemberian Allah SWT, banyak maupun sedikit, besar maupun kecil akan membuat hati menjadi tenang dan tidak tergiur angan-angan. ''Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin, karena segala urusan dipandang baik. Dan tidak ada keadaan yang demikian itu kecuali hanya bagi seorang Mukmin. Apabila dia merasakan kesenangan, maka dia bersyukur. Apabila merasakan kesusahan, maka ia bersabar.'' (HR Muslim).

Semoga setiap menghadapi masalah kita dapat lebih sabar, arif, dan berusaha mencari solusi dengan bertawakal kepada Allah SWT, sebagai bukti keimanan kepada-Nya. Bukan mencari sesuatu yang tidak diridhai Allah SWT.*Hasbiyallahu laa ilaaha illaahu 'alaihi tawakkaltu wa huwa Rabbul 'arsyil 'azhiim...

KEBERADAAN RUH SETELAH MATI


Hasil gambar untuk terlepasnya ruh dari jasadالحمد لله العزيز الغفور، الذي جعل في الإسلامِ الحنيفِ الهُدَي والنور، الذي

قال: (وما الحياةُ الدنيا إلا مَتَاعُ الغرور)، نحمده سبحانه وتعالي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عن المساويءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أن الدُّنيا ليست بدار مَقَرّ. أشهد أن لا إله الله خلق الخلائق وأحكامَها، وقدّر الأعمار وحدّدها، وهو باقٍ لا يفوت وهو حيّ لا يموت، وأشهد أن محمدا عبدُه ورسولُه، أَمَرَ بتذكير الموتِ والفناء، والاستعدادِ ليوم البَعْث والجزاء. اللهم صلي الله علي سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلي آله الطيبين الطاهرين وأصحابه الأخيار أجمعين. أما بعد.


Ass, Disaat perjalanan yg sedang macet dan hujan kecil mengguyur
sebagian kota jakarta, saya ingin menyampaikan sebuah materi atau barangkali informasi yang mungkin agak jarang kita dengar, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ruh setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini. Seperti apakah sebenarnya kondisi ruh kita nanti? Jawabannya adalah Wallahu a’lam. Namun demikian, Allah SWT memberikan sedikit gambaran dan penjelasan melalui Hadis-hadis Rasulullah SAW.

Berkaitan dengan ruh ini Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا(85) “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah wahai Muhammad, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak diberikan pengetahuan tentang hal itu kecuali sedikit.”

Jelas sekali arti ayat ini, bahwa Allah SWT hanya memberitahukan ilmu sedikit saja tentang hal-hal yang berkaitan dengan ruh ini. Nah, informasi yang sedikit inilah yang akan saya sharing ke rekan rekan.
Di antara informasi yang telah sampai kepada kita dari baginda Rasulullah SAW berkaitan dengan ruh ini, di antaranya adalah:
1. Ruh orang beriman seperti burung terbang berwarna kehijauan, tinggal di dalam sesuatu yang mirip kubah cahaya yang terbuat dari bahan seperti emas di bawah ‘Arasyi. Nabi SAW bersabda tentang para syuhada yang gugur dalam perang Uhud:
(جعل الله أرواحهم فى أجوافِ طيرٍ خضرٍ تَرِدُ أنهارَ الجنةِ وتأكل ثمارَها وَتَأْوِيْ إلى قناديل من ذهب في ظلال العرش) “Allah menjadikan ruh mereka dalam bentuk seperti burung berwarna kehijauan.
Mereka mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya, dan tinggal di dalam kindil (lampu) dari emas di bawah naungan ‘Arasyi.” (Hadis Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim)

Bila seorang mukmin melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).

3. Orang yang telah meninggal dunia saling kunjung-mengunjungi antara yang satu dengan yang lainnya. Nabi Saw bersabda:
(سألت أم هانئ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: أنتزاور إذا متنا ويرى بعضنا بعض يا رسول الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يكون النَسَمُ طيرا تعلق بالشجر حتي إذا كان يوم القيامة دخلت كل نفس فى جسدها).
“Ummu Hani bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kita akan saling mengunjungi jika kita telah mati, dan saling melihat satu dengan yang lainnya wahai Rarulullah SAW? Rasulullah SAW menjawab, “Ruh akan menjadi seperti burung yang terbang, bergelantungan di sebuah pohon, sampai jika datang hari kiamat, setiap roh akan masuk ke dalam jasadnya masing-masing.”
(HR. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik).

4. Orang yang telah meninggal dunia merasa senang kepada orang yang menziarahinya, dan merasa sedih kepada orang yang tidak menziarahinya. Nabi SAW bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم) “Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).

5. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui keadaan dan perbuatan orang yang masih hidup, bahkan mereka merasakan sedih atas perbuatan dosa orang yang masih hidup dari kalangan keluarganya dan merasa gembira atas amal shaleh mereka. Nabi SAW bersabda:
1. )إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا) “Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).

2. (تعرض الأعمال يوم الإثنين ويوم الخميس على الله، وتعرض على الأنبياء وعلى الآباء والأمهات يوم الجمعة فيفرحون بحسناتهم وتزداد وجوههم بياضا وإشراقا فاتقوا الله ولا تؤذوا أمواتكم) “Seluruh amal perbuatan dilaporkan kepada Allah SWT pada hari Senin dan Kamis, dan diperlihatkan kepada para orangtua pada hari Jum’at. Mereka merasa gembira dengan perbuatan baik orang-orang yang masih hidup, wajah mereka menjadi tambah bersinar terang. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyakiti orang-orang kalian yang telah meninggal dunia.” (HR. Tirmidzi dalam kitab Nawâdirul Ushûl).

6. Orang-orang beriman hidup di dalam surga bersama anak-cucu dan keturuanan mereka yang shaleh.
)وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ( “Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait denga apa yang telah dia kerjakan.” (At-Thur: 21) 7. Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
(عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ فِي الظَّهِيرَةِ لَيْسَتْ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَيْسَ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ إِلَّا كَمَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا) رواه البخاري ومسلم.
“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah, apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah SAW menjawab, “Apakah kalian ada kendala melihat matahari di sianghari yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali berkata, “Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak ada kendala melihat tuhan kalian kecuali seperti kalian melihat matahari atau bulan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ma’asyiral mukminin rahimakumullah…
Dari penjelasan beberapa dalil yang telah kita sebutkan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, di antaranya adalah pendapat Ibnul Qaim Aj-Jauziyyah yang mengatakan:
Hadis tentang mayit mengetahui dan menjawab salam orang yang menziarahinya tidak berarti bahwa ruh ada di dalam liang kubur di dalam tanah. Bukan seperti itu, melainkan bahwa ruh punya keterkaitan khusus dengan jasadnya.
Di mana jika ada yang mengucapkan salam untuknya, dia akan menjawabnya. Ruh berada di suatu alam yang bernama alam Barzakh di suatu tempat yang bernama Ar-Rafîqul `A’lâ. Alam ini tidak sama dengan dunia kita, bahkan jauh berbeda. Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui lika-liku dan detail-detailnya.

Dari dalil-dalil tadi juga bisa di simpulkan, bahwa tempat para arwah berbeda-beda dan bertingkat-tingkat derajatnya sesuai amal shaleh mereka.

Inilah Buroq, Tunggangan Nabi Muhammad SAW Saat Isra Miraj!

Inilah Buroq, Tunggangan Nabi Muhammad SAW Saat Isra Miraj! Isra Miraj  merupakan perjalanan  Nabi Muhammad SAW  yang dilakukan ...