“Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS. 20: 2)
“… Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. 2: 185)
Dalil hadist berlaku sederhana dalam beribadah
Hadist pertama:
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya dan di sisi Aisyah itu ada seorang wanita. Beliau bertanya, “siapakah dia?” Aisyah menjawab, “Ini adalah si fulanah yang terkenal shalatnya.” Beliau bersabda, “Jangan demikian, hendaklah engkau beramal sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Allah itu tidak bosan untuk menerima amalmu hingga kamu sendiri yang akan merasa bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah adalah yang dikerjakan terus-menerus.” (Muttafaqun ‘alaihi. HR. Bukhari: 43 dan Muslim: 485)
Penjelasan hadist: Salah satu pelajaran hadist ini adalah bahwa tidak seharusnya seseorang berlebih-lebihan dalam ketaatan dan amalan, sehingga jika ia melakukannya terus dapat menimbulkan kebosanan kemudian ia meninggalkannya. Sesungguhnya amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan (walaupun sedikit).
Hadist kedua:
Anas radhiyallahu anhu berkata, “Ada tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka diberitahu, mereka dianggap seakan-akan ibadah mereka sedikit sekali. Lalu mereka berkata, ‘Di manakah ibadah kita dibanding ibadah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal beliau telah diampuni semua dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.’
Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Saya selamanya akan shalat sepanjang malam.’ Orang yang lain berkata, ‘Saya akan berpuasa sunnah sepanjang setahun dan tidak akan pernah berbuka selamanya.’ Seorang yang lain berkata, “Adapun saya, maka saya akan menjauhkan diri dari para wanita. Saya tidak akan menikah selamanya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatangi mereka lalu bersabda, ‘Kaliankah yang mengatakan begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takwa dan takut di antara kalian kepada Allah. Namun, aku juga berpuasa dan berbuka, aku pun shalat dan tidur, aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku’.” (Muttafaqun ‘alaihi. HR. Bukhari: 5063 dan Muslim: 1401)
Penjelasan hadist: Hadist ini sebagai dalil bahwa setiap manusia harus seimbang dalam hal apapun termasuk ibadah. Karena jika ia berlebihan dalam beribadah, maka ia akan merasa lemah dan bosan. Oleh karena itu, setiap manusia harus seimbang dalam setiap amalannya.
Hadist ketiga:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Binasalah orang-orang yang keterlaluan.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim: 7/2670)
Penjelasan hadist: Jika seseorang bersikap berlebih-lebihan serta ketat dalam perkara yang telah diberikan keluasan oleh Allah, maka Allah akan bersikap ketat padanya.
Hadist keempat:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah, dan barang siapa saja yang mempersulit agama maka ia akan kalah. Maka dari itu, bersikap luruslah engkau semua, lakukanlah yang sedang-sedang saja, dekatkanlah dirimu, bergembiralah kalian serta memohon pertolongan dalam melakukan perbuatan tersebut, baik waktu pagi, sore, maupun sedikit dari waktu malam.” (HR. Bukhari: 39)
Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan, “Berlaku luruslah, lakukanlah yang sederhana, dekatkanlah dirimu, dan pergunakan waktu pagi, sore, serta sebagian di waktu malam. Berbuatlah sederhana, niscaya engkau semua akan sampai pada tujuannya.”
Penjelasan hadist: Seorang muslim harus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kemudahan kepada saudara-saudaranya. Ia juga harus bersikap hikmah (bijaksana), tapi tetap memperhatikan sisi kemanusian. sehingga saudaramu merasa bahagia kemudian ia mau bertaubat dan kembali kepada Allah. Kita juga tidak diwajibkan untuk menghabiskan semua waktu dalam ibadah, karena hal itu akan memberikan dampak kebosanan, merasa sulit tidur, lelah, dan pada akhirnya ia (bisa jadi) akan meninggalkannya.
Hadist kelima:
Anas radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid dan beliau melihat tali yang dibentangkan antara dua tiang. Lantas beliau bertanya, ‘Tali apakah ini?’ Para sahabat menjawab, ‘Ini adalah kepunyaan Zainab. Ia mempergunakan tali ini sebagai pegangan bila terasa lelah dalam shalatnya.’ Nabi bersabda, ‘Lepaskanlah tali itu. Hendaklah salah seorang dari kalian melakukan shalat pada waktu ia sedang semangat. Dan jika ia sedang mengantuk, hendaklah ia tidur’.”
Penjelasan hadist: Tidak layak bagi seseorang untuk terlalu berlebihan dan bersikap ketat dalam beribadah serta membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya.
Hadist keenam:
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang kantuknya. Karena, jika salah seorang di antara kalian shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari: 212 dan Muslim: 786)
Penjelasan hadist: Salah satu faedah hadist ini adalah bahwa setiap anggota tubuh dalam diri manusia memiliki hak. Ketika ia memaksa dirinya untuk melaksanakan ibadah padahal ia merasa kesulitan, berarti ia sudah menzalimi dirinya sendiri.
Hadist ketujuh:
Abu Abdillah Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata, “saya pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa shalat. Keadaan shalat dan khutbah beliau sedang, tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.” (HR. Muslim: 866)
Penjelasan hadist: Hadist ini memberitahukan kepada kita bahwa setiap orang tidak boleh membuat dirinya merasa kesulitan dalam melaksanakan ibadah. Ia hanya boleh melaksanakan ibadah sesuai dengan kemampuannya.
Hadist kedelapan:
Abu Abdillah Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman berkunjung ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, ‘Mengapa keadaan kamu seperti ini?’ Wanita itu menjawab, ‘Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.’
Kemudian Abu Darda’ datang, dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai, Abu Darda’ berkata kepada Salman, ‘Makanlah, karena saya sedang berpuasa.’ Salman menjawab, ‘Saya tidak akan makan, sebelum engkau pun makan.’ Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata kepadanya, ‘Tidurlah.’ Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangung hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata kepadanya, ‘Tidurlah!’ Hingga pada akhir malam, Salman berkata, ‘Bangunlah.’ Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.’
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, ‘Salman benar’.”
Hadist kesembilan:
Abu Muhammad Abdullah bin Al-‘Ash radhiyallahu anhu berkata, “Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhu meriwayatkan, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahu tentang ucapanku, yaitu: demi Allah, sungguh saya akan selalu berpuasa pada siang hari dan bangun sepanjang malam untuk mengerjakan shalat selama saya hidup.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Kamukah yang mengucapkan ucapan seperti itu?’ Kemudian saya menjawab, ‘Benar, saya mengatakannya wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup berbuat demikian. Maka berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk shalat, serta berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan karena pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali. Jadi, jika setiap bulan kamu berpuasa tiga hari, maka itu seperti berpuasa sepanjang masa.’
Ia berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih dari itu.’ Beliau menjawab, ‘(Kalau begitu) berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari.’ Ia berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari juga. Demikian itu adalah puasanya Nabi Dawud ‘alaihissalam dan inilah puasa yang paling sedang.’ Dalam riwayat lain disebutkan, ‘Demikian itu adalah puasa yang paling utama.’ Saya berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh tidak ada puasa melebihi keutamaan puasa Nabi Dawud.’ Sebenarnya seandainya dulu saya menerima anjuran yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk puasa tiga hari setiap bulannya, maka hal itu lebih aku cintai daripada keluargaku dan hartaku.”
Dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya pernah mendengar bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan bangung sepanjang malam untuk shalat malam?” Saya menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Janganlah berbuat demikian. Berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk mengerjakan shalat. Karena, sesungguhnya tubuhmu ada hak atas dirimu, kedua matamu pun ada hak atas dirimu, istrimu juga ada hak atas dirimu, dan tamumu pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah kamu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, karena setiap satu kebaikan itu diberi balasan sepuluh kali lipat. Dan jika kamu berpuasa tiga hari setiap bulannya berarti kamu seperti berpuasa sepanjang masa.”
Maka saya memperberatnya sehingga aku diperberat. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, saya merasa masih kuat, Nabi menjawab, “Berpuasalah seperti puasanya Nabi Dawud. Jangan lebih dari itu.” Saya bertanya, “Bagaimana puasanya Nabi Dawud?” Beliau menjawab, “Setengah masa.” Ketika Abdullah sudah tua, ia berkata, “Ah, seandainya dahulu saya menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya untuk anakmu pun ada hak atas dirimu.”
Dalam riwayat lain juga disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dibenarkan seseorang yang berpuasa terus sepanjang tahun.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. Selain itu dalam riwayat lain disebutkan, “Puasa yang paling disukai Allah adalah puasanya Nabi Dawud, shalat yang paling disukai Allah adalah cara shalat Nabi Dawud. Yaitu, beliau tidur sampai tengah malam dan bangun pada sepertiganya kemudian tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Beliau berpuasa sehari serta berbuka sehari. Selain itu, beliau tidak pernah lari ketika bertemu musuh.”
Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bahwa ia berkata, “Ayahku menikahkan aku dengan seorang wanita dari keturunan yang baik. Ayah berniat untuk mengetahui kondisi menantunya, yakni istri anaknya. Lalu ia bertanya pada wanita itu perihal keadaan suaminya. Setelah ditanya, istrinya itu berkata, ‘Sebaik-baik lelaki ialah suamiku itu. Ia tidak pernah menginjak hamparan kita dan tidak pernah memeriksa tabir kita – maksudnya tidak pernah berkumpul untuk menyetubuhi istrinya – sejak kita datang padanya.’
Setelah peristiwa itu berjalan lama, maka ayahnya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda kepada ayahnya, ‘Pertemukanlah saya dengan lelaki itu.’
Saya menemui beliau sesudah diadukan oleh ayahku. Beliau bertanya, ‘Bagaimana cara kamu berpuasa?’ Saya menjawab, ‘Saya berpuasa tiap hari.’ Beliau bertanya, ‘Bagaimana cara kamu mengkhatamkan al-Qur’an?’ Saya menjawab, ‘Setiap malam saya mengkhatamkan sekali.’ Seterusnya orang itu menyebutkan sebagaimana cerita yang sebelumnya. Ia membacakan kepada salah satu istrinya sepertujuh bacaan yang ia baca. ia memulainya dari siang hari supaya lebih ringan ketika membacanya pada waktu malam. Jikalau ia hendak memperkuat dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah jumlah hari berbukanya itu kemudian ia berpuasa sebanyak hari berbukanya tersebut. Alasan ia melakukan demikian, karena ia tidak senang kalau meninggalkan sesuatu sejak ia berpisah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari: 3418 dan Muslim: 1159)
Penjelasan hadist: Hadist ini sebagai dalil bahwa setiap manusia tidak mesti membebani dirinya dengan puasa dan melaksanakan shalat, akan tetapi sebaiknya ia mendirikan shalat dan puasa dengan harapan mendapat kebaikan, dan menghilangkan rasa lelah, sulit, dan penat.
Hadist kesepuluh:
Abu Rib’i Hanzhalah bin Arrabi’ Al-Usayyidi Al-Katib, salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bertemu dengan Abu Bakar radhiyallahu anhu, kemudian ia berkata, ‘Bagaimanakah keadaanmu, hai Hanzhalah?’ Saya menjawab, ‘Hanzhalah kini telah munafik.’ Abu Bakar berkata, ‘Subhanallah, apakah yang kau katakan itu?’ Saya menjawab, ‘Kalau dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami. Namun, bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta berbagai urusan maka kami sering lupa.’ Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, kami juga begitu.’
Kemudian saya dan Abu Bakar pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, Hanzhalah telah munafik telah munafik.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, apabila kami berada dihadapanmu kemudian engkau menceritakan tentang neraka dan surga, maka seolah-olah kami melihat dengan mata kepala kami. Namun, bila kami keluar dan bergaul bersama istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai macam persoalan, maka kami sering lupa.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu dihadapanku dan mengingat-ingatnya niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan. Namun hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali.” (HR. Muslim: 12/2750)
Penjelasan hadist: Siapapun dan apapun bisa memiliki hak atas diri Anda, sehingga setiap manusia bisa memberikan hak yang lain atas dirinya, dalam keadaan tenang, beribadah kepada Allah dengan penuh ketenangan. Sebab, setiap manusia ketika mendapat kesulitan dan kesusahan, maka ia akan merasa bosan dan lelah, dan akan meninggalkan hak yang sangat banyak.
Hadist kesebelas:
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, “tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah, tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri lalu beliau menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia adalah Abu Israil, ia bernazar akan berdiri pada waktu panas, tidak akan duduk, dan tidak akan berteduh serta tidak akan berbicara dan akan berpuasa.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perintahkanlah dia supaya berbicara, berteduh, duduk, dan perintahkanlah dia supaya menyempurnakan puasanya’.” (HR. Bukhari: 6704)
Penjelasan hadist: Nadzar (janji) ada yang mengandung ketaatan dan ada yang tidak. Apabila nadzar tersebut dalam ketaatan maka penuhilah, dan apabila bukan dalam ketaatan maka tinggalkanlah. Ia harus membayar kifarat yamin (sumpah).