Thursday, 24 November 2016

Perbedaan Orang Baik dengan Penyeru Kebaikan


Perbedaan Orang Baik dengan Penyeru Kebaikan


Allahu akbar


Untaian Hikmah nan Indah

Apa bedanya Orang Baik (Shalih) dan Penyeru Kebaikan (Mushlih)..?

Orang Baik, melakukan kebaikan untuk dirinya.
Sedangkan Penyeru Kebaikan (Muslih) mengerjakan kebaikan utk dirinya dan orang lain.

Orang Baik, dicintai manusia..Penyeru Kebaikan dimusuhi manusia.

Kok gitu...?!?!

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sebelum diutus, beliau dicintai oleh kaumnya karena beliau adalah orang baik..

Namun ketika Allah ta'ala mengutusnya sebagai Penyeru Kebaikan, kaumnya langsung memusuhinya dengan menggelarinya; Tukang sihir,Pendusta, Gila..

Apa sebabnya..?

Karena Penyeru Kebaikan 'menyikat' batu besar nafsu angkara dan memperbaikinya dari kerusakan..

Itulah sebabnya kenapa Luqman menasihati anaknya agar bersabar ketika melakukan perbaikan, karena dia pasti akan menghadapi permusuhan..

Hai anakku tegakkan sholat, perintahkan kebaikan, laranglah kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpamu

Berkata ahli ilmu: Satu penyeru kebaikan lebih dicintai Alloh daripada ribuan orang baik

Karena melalui penyeru Kebaikan itulah Allah jaga umat ini..Sedang orang baik hanya cukup menjaga dirinya sendiri...

Allah Subhanahu wa ta'alaa berfirman:

"Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan satu negeri dengan zalim padahal penduduknya adalah penyeru kebaikan.."

...Allah tidak berfirman; "...Orang Baik (Shalih)"

Maka jadilah penyeru kebaikan, jangan merasa puas hanya sebagai orang baik saja.

sumber : http://www.lampuislam.org

Cara Menghilangkan Penyakit Wahn

Cara Menghilangkan Penyakit Wahn


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud).




 
Rumus: semakin banyak mengingat Allah & melakukan kebaikan semakin mudah juga mengingat kematian dan semakin lebih sangat banyak banget mengingat Allah & melakukan kebaikan semakin gampang juga merasakan kematian. 

1. Banyak-banyak mengingat kematian
Semakin banyak kita mengingat kematian, semakin kita bisa mempersiapkannya. Contohnya ketika orang tahu kalau besok ujian sama yang gak tau. Pasti yang tau kalau besok ujian dia akan belajar sedangkan orang yang gak mau tahu kalau besok ada ujian mungkin dia akan santai-santai saja.

2. Banyak mengingat Allah dan melakukan amal baik
Mengingat Allah caranya ya dengan praktek. Contohnya seperi membaca al-Qur'an sambil mengingat kematian, bersedekah sambil mengingat kematian, dan lain-lain

Cara no. 3 ini khusus, buat kamu yang bisa alhamdulillah. 
3. Banyak-banyak merasakan kematian
Ya, banyak-banyak merasakan kematian, kenapa saya bilang khusus? Karena hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang dengan iman yang tidak sedikit. Tapi, manfaat dari no. 3 luar biasa. Kita akan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk kita sendiri ketika kita di alam kubur dan akhirat. Mengapa begitu? Karena kita sudah merasakan, sudah bukan mengingat lagi. 

Bedakan mengingat dan merasakan. Ketika seseorang ditinggal oleh saudaranya (wafat) pasti dia merasakan, dan merasakan lebih sakit. Ketika seseorang itu mengingat kembali saudaranya yang wafat mungkin tidak sesakit waktu itu (waktu saudaranya wafat).

Semoga Allah menghilangkan penyakit wahn dari diri kita selama-lamanya. Aamiin.




sumber: http://www.lampuislam.org

Baitul Makmur

Baitul Makmur



Baitul Makmur adalah kabah penduduk langit sebagaimana Ka'bah di bumi sebagai pusat ibadah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “terdapat dalam Shahihain bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda ketika peristiwa Isra’ pada saat melewati langit ke tujuh, ‘kemudian aku diangkat menuju Baitul Makmur, padanya masuk (datang) setiap hari 70.000 malaikat yang tidak akan kembali lagi’. Yaitu mereja beribadah dan berthawaf sebagaimana penduduk bumi thawaf di ka’bah mereka. Demikian juga baitul makmur ia adalah ka’bah penduduk langit ketujuh.

Oleh karena itu, didapati Nabi Ibrahim Al-Khalil alihisshalatu wassalam menyandarkan badannya pada Baitul Makmur karena ia telah membangun ka’bah di bumi.”Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah berkata, “Dari Ibnu Abbas: ia adalah rumah yang disekitar ‘Arsy yang dimakmurkan oleh para malaikat. 70.000 malaikat shalat di situ setiap hari kemudian mereka tidak akan kembali. Demikian juga pendapat Ikrimah, Mujahid, dan banyak para salaf.” Posisinya sejajar di atas ka’bah di bumiAl-Baghawi rahimahullah berkata, “Baitul Makmur: banyaknya yang memenuhi dan penduduknya, yaitu rumah di langit sekitar ‘Arsy dan sejajar dengan Ka’bah bumi.”


Sumber: muslim.or.id/16573-mengenal-baitul-makmur-kabah-penduduk-langit

Sekarang (Mungkin) Kamu Kecewa, Tapi Nanti...

Sekarang (Mungkin) Kamu Kecewa, Tapi Nanti...



Kembali, kita belajar dari Muhammad Al Fatih. Anak kecil yang disiapkan dengan cara yang tidak biasa agar menjadi generasi yang tidak biasa.

Muhammad Al Fatih tidak hanya sekali ditegasi dengan pukulan. Di tangan guru awalnya, Ahmad bin Ismail Al Kurani, Muhammad Al Fatih merasakan sabetan untuk pelajaran pertamanya. Sebagaimana yang telah diamanahkan oleh sang ayah Murad II yang mengerti pendidikan, sang guru tak segan-segan untuk melakukan ketegasan itu.

Sekali ketegasan untuk kemudian berjalan tanpa ketegasan. Tentu ini jauh lebih baik dan diharapkan oleh setiap keluarga, daripada dia harus tarik urat setiap hari dan menampilkan ketegasan setiap saat, karena jiwanya belum tunduk untuk kebaikan.

Mungkin, Muhammad Al Fatih kecil kecewa saat dipukul. Sangat mungkin hatinya terluka. Tapi pendidikan Islam tak pernah khawatir dengan itu, karena Islam mengerti betul cara membongkar sekaligus menata ulang. Semua analisa ketakutan tentang jiwa yang terluka tak terbukti pada hasil pendidikan Muhammad Al Fatih.

Tapi ada pukulan berikutnya dari guru berikutnya. Pukulan kedua ini yang lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al Fatih. Kali ini pukulan datang dari gurunya yang mendampinginya hingga ia kelak menjadi sultan; Aq Syamsuddin.

Bukti bahwa ini menjadi ‘kenangan’ yang terus berkecamuk di kepalanya adalah ketika Muhammad Al Fatih telah resmi menjadi sultan, dia bertanya kepada gurunya:

“Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?”

Bertahun-tahun lamanya pertanyaan itu mengendap dalam diri sang murid. Tentu tak mudah baginya menyimpan semua itu. Karena yang disimpannya bukan kenangan indah. Tetapi kenangan pahit yang mengecewakan. Karena tak ada yang mau dipukul. Apalagi dia tidak merasa bersalah.

Kini sang murid telah menjadi orang besar. Dia ‘menuntut’ gurunya untuk menjelaskan semua yang telah bertahun-tahun mengganggu kenyamanan hidupnya. Jawaban gurunya amat mengejutkan. Jawaban yang menunjukkan memang ini guru yang tidak biasa. Pantas mampu melahirkan murid yang tidak biasa. 

Jawaban yang menunjukkan metode dahsyat, yang mungkin langka dilakukan oleh metode pendidikan hari ini. Atau jangan-jangan sekadar membahasnya pun diharamkan oleh pendidikan hari ini.

Inilah jawaban Aq Syamsuddin,
Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Di mana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.
Ajaib! Konsep pendidikan yang ajaib. Hasilnya pun ajaib. Muhammad Al Fatih penakluk Konstantinopel.

Maka, sampaikan kepada semua anak-anak kita. Bahwa toh kita tidak melakukan ketegasan seperti yang dilakukan oleh Aq Syamsuddin. Semua ketegasan kita hari ini; muka masam, cubitan, jeweran, hukuman, pukulan pendidikan semuanya adalah tanaman yang buahnya adalah kebesaran mereka.
Teruslah didik mereka dengan cara pendidikan Islami. Kalau harus ada yang diluruskan maka ketegasan adalah salah satu metode mahal yang dimiliki Islam.

Semoga suatu hari nanti, saat anak-anak kita telah mencapai kebesarannya, kita akan berkata semisal Aq Syamsuddin berkata,
“Kini kau telah menjadi orang besar, nak. Masih ingatkah kau akan cubitan dan pukulan ayah dan bunda sore itu? Inilah hari ketika kau memetik hasilnya.”
Hari ini, saat masih dalam proses pendidikan, Anda pun sudah bisa berkata kepada mereka, 
“Hari ini mungkin kau kecewa, tapi suatu hari nanti kau akan mengenang ayah dan bunda dalam syukur atas ketegasan hari ini.”

Oleh: Ust. Budi Azhari 

Jangan Pernah Meremehkan Kebaikan


Jangan Pernah Meremehkan Kebaikan



Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah ia., barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akherat.

Jika engkau menjumpai batu kecil di jalan yang bisa menggangu jalannya kaum muslimin, maka singkirkanlah ia, barangkali itu menjadi penyebab dipermudahnya jalanmu menuju surga.


Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya, semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga.

Jika engkau melihat orang tua membutuhkan tumpangan, maka antarkanlah ia, barangkali itu menjadi sebab kelapangan rezekimu di dunia.

Jika engkau bukanlah seorang yang mengusai banyak ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba' ta' kepada anak-anakmu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu yang tak akan terputus pahalanya meski engkau berada di alam kuburmu.

Jika engkau tidak bisa berbuat kebaikan sama sekali, maka tahanlah tangan dan lisan dari menyakiti, setidaknya itu menjadi sedekah darimu.

Al-Imam Ibnul Mubarok Rohimahulloh berkata:
رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ


“Sangat banyak amalan kecil, akan tetapi menjadi besar karena niat pelakunya. Dan sangat banyak amalan besar, menjadi kecil karena niat pelakunya"

Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang sholat malamnya, tapi karena akhlak baiknya dan sabarnya, ketika musibah datang melanda.


Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ





“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun kamu hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri (wajah tersenyum).” (HR. Muslim)

Beribadahlah Sesuai Kemampuanmu


Beribadahlah Sesuai Kemampuanmu

Dalil al-Qur’an berlaku sederhana dalam beribadah:


“Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS. 20: 2)

“… Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. 2: 185)

Dalil hadist berlaku sederhana dalam beribadah

Hadist pertama:

Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya dan di sisi Aisyah itu ada seorang wanita. Beliau bertanya, “siapakah dia?” Aisyah menjawab, “Ini adalah si fulanah yang terkenal shalatnya.” Beliau bersabda, “Jangan demikian, hendaklah engkau beramal sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Allah itu tidak bosan untuk menerima amalmu hingga kamu sendiri yang akan merasa bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah adalah yang dikerjakan terus-menerus.” (Muttafaqun ‘alaihi. HR. Bukhari: 43 dan Muslim: 485)

Penjelasan hadist: Salah satu pelajaran hadist ini adalah bahwa tidak seharusnya seseorang berlebih-lebihan dalam ketaatan dan amalan, sehingga jika ia melakukannya terus dapat menimbulkan kebosanan kemudian ia meninggalkannya. Sesungguhnya amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan (walaupun sedikit).

Hadist kedua:

Anas radhiyallahu anhu berkata, “Ada tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka diberitahu, mereka dianggap seakan-akan ibadah mereka sedikit sekali. Lalu mereka berkata, ‘Di manakah ibadah kita dibanding ibadah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal beliau telah diampuni semua dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.’

Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Saya selamanya akan shalat sepanjang malam.’ Orang yang lain berkata, ‘Saya akan berpuasa sunnah sepanjang setahun dan tidak akan pernah berbuka selamanya.’ Seorang yang lain berkata, “Adapun saya, maka saya akan menjauhkan diri dari para wanita. Saya tidak akan menikah selamanya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatangi mereka lalu bersabda, ‘Kaliankah yang mengatakan begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takwa dan takut di antara kalian kepada Allah. Namun, aku juga berpuasa dan berbuka, aku pun shalat dan tidur, aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku’.” (Muttafaqun ‘alaihi. HR. Bukhari: 5063 dan Muslim: 1401)

Penjelasan hadist: Hadist ini sebagai dalil bahwa setiap manusia harus seimbang dalam hal apapun termasuk ibadah. Karena jika ia berlebihan dalam beribadah, maka ia akan merasa lemah dan bosan. Oleh karena itu, setiap manusia harus seimbang dalam setiap amalannya.

Hadist ketiga:

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Binasalah orang-orang yang keterlaluan.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim: 7/2670)

Penjelasan hadist: Jika seseorang bersikap berlebih-lebihan serta ketat dalam perkara yang telah diberikan keluasan oleh Allah, maka Allah akan bersikap ketat padanya.

Hadist keempat:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah, dan barang siapa saja yang mempersulit agama maka ia akan kalah. Maka dari itu, bersikap luruslah engkau semua, lakukanlah yang sedang-sedang saja, dekatkanlah dirimu, bergembiralah kalian serta memohon pertolongan dalam melakukan perbuatan tersebut, baik waktu pagi, sore, maupun sedikit dari waktu malam.” (HR. Bukhari: 39)

Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan, “Berlaku luruslah, lakukanlah yang sederhana, dekatkanlah dirimu, dan pergunakan waktu pagi, sore, serta sebagian di waktu malam. Berbuatlah sederhana, niscaya engkau semua akan sampai pada tujuannya.”

Penjelasan hadist: Seorang muslim harus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kemudahan kepada saudara-saudaranya. Ia juga harus bersikap hikmah (bijaksana), tapi tetap memperhatikan sisi kemanusian. sehingga saudaramu merasa bahagia kemudian ia mau bertaubat dan kembali kepada Allah. Kita juga tidak diwajibkan untuk menghabiskan semua waktu dalam ibadah, karena hal itu akan memberikan dampak kebosanan, merasa sulit tidur, lelah, dan pada akhirnya ia (bisa jadi) akan meninggalkannya.

Hadist kelima:

Anas radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid dan beliau melihat tali yang dibentangkan antara dua tiang. Lantas beliau bertanya, ‘Tali apakah ini?’ Para sahabat menjawab, ‘Ini adalah kepunyaan Zainab. Ia mempergunakan tali ini sebagai pegangan bila terasa lelah dalam shalatnya.’ Nabi bersabda, ‘Lepaskanlah tali itu. Hendaklah salah seorang dari kalian melakukan shalat pada waktu ia sedang semangat. Dan jika ia sedang mengantuk, hendaklah ia tidur’.”

Penjelasan hadist: Tidak layak bagi seseorang untuk terlalu berlebihan dan bersikap ketat dalam beribadah serta membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya.

Hadist keenam:

Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang kantuknya. Karena, jika salah seorang di antara kalian shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari: 212 dan Muslim: 786)

Penjelasan hadist: Salah satu faedah hadist ini adalah bahwa setiap anggota tubuh dalam diri manusia memiliki hak. Ketika ia memaksa dirinya untuk melaksanakan ibadah padahal ia merasa kesulitan, berarti ia sudah menzalimi dirinya sendiri.

Hadist ketujuh:

Abu Abdillah Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata, “saya pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa shalat. Keadaan shalat dan khutbah beliau sedang, tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.” (HR. Muslim: 866)

Penjelasan hadist: Hadist ini memberitahukan kepada kita bahwa setiap orang tidak boleh membuat dirinya merasa kesulitan dalam melaksanakan ibadah. Ia hanya boleh melaksanakan ibadah sesuai dengan kemampuannya.

Hadist kedelapan:

Abu Abdillah Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman berkunjung ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, ‘Mengapa keadaan kamu seperti ini?’ Wanita itu menjawab, ‘Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.’

Kemudian Abu Darda’ datang, dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai, Abu Darda’ berkata kepada Salman, ‘Makanlah, karena saya sedang berpuasa.’ Salman menjawab, ‘Saya tidak akan makan, sebelum engkau pun makan.’ Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata kepadanya, ‘Tidurlah.’ Abu Darda’ pun tidur kembali.

Ketika Abu Darda’ bangung hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata kepadanya, ‘Tidurlah!’ Hingga pada akhir malam, Salman berkata, ‘Bangunlah.’ Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.’
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, ‘Salman benar’.”

Hadist kesembilan:

Abu Muhammad Abdullah bin Al-‘Ash radhiyallahu anhu berkata, “Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhu meriwayatkan, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahu tentang ucapanku, yaitu: demi Allah, sungguh saya akan selalu berpuasa pada siang hari dan bangun sepanjang malam untuk mengerjakan shalat selama saya hidup.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Kamukah yang mengucapkan ucapan seperti itu?’ Kemudian saya menjawab, ‘Benar, saya mengatakannya wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup berbuat demikian. Maka berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk shalat, serta berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan karena pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali. Jadi, jika setiap bulan kamu berpuasa tiga hari, maka itu seperti berpuasa sepanjang masa.’
Ia berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih dari itu.’ Beliau menjawab, ‘(Kalau begitu) berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari.’ Ia berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari juga. Demikian itu adalah puasanya Nabi Dawud ‘alaihissalam dan inilah puasa yang paling sedang.’ Dalam riwayat lain disebutkan, ‘Demikian itu adalah puasa yang paling utama.’ Saya berkata, ‘Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh tidak ada puasa melebihi keutamaan puasa Nabi Dawud.’ Sebenarnya seandainya dulu saya menerima anjuran yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk puasa tiga hari setiap bulannya, maka hal itu lebih aku cintai daripada keluargaku dan hartaku.”

Dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya pernah mendengar bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan bangung sepanjang malam untuk shalat malam?” Saya menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Janganlah berbuat demikian. Berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk mengerjakan shalat. Karena, sesungguhnya tubuhmu ada hak atas dirimu, kedua matamu pun ada hak atas dirimu, istrimu juga ada hak atas dirimu, dan tamumu pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah kamu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, karena setiap satu kebaikan itu diberi balasan sepuluh kali lipat. Dan jika kamu berpuasa tiga hari setiap bulannya berarti kamu seperti berpuasa sepanjang masa.” 

Maka saya memperberatnya sehingga aku diperberat. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, saya merasa masih kuat, Nabi menjawab, “Berpuasalah seperti puasanya Nabi Dawud. Jangan lebih dari itu.” Saya bertanya, “Bagaimana puasanya Nabi Dawud?” Beliau menjawab, “Setengah masa.” Ketika Abdullah sudah tua, ia berkata, “Ah, seandainya dahulu saya menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya untuk anakmu pun ada hak atas dirimu.”

Dalam riwayat lain juga disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dibenarkan seseorang yang berpuasa terus sepanjang tahun.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. Selain itu dalam riwayat lain disebutkan, “Puasa yang paling disukai Allah adalah puasanya Nabi Dawud, shalat yang paling disukai Allah adalah cara shalat Nabi Dawud. Yaitu, beliau tidur sampai tengah malam dan bangun pada sepertiganya kemudian tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Beliau berpuasa sehari serta berbuka sehari. Selain itu, beliau tidak pernah lari ketika bertemu musuh.” 

Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bahwa ia berkata, “Ayahku menikahkan aku dengan seorang wanita dari keturunan yang baik. Ayah berniat untuk mengetahui kondisi menantunya, yakni istri anaknya. Lalu ia bertanya pada wanita itu perihal keadaan suaminya. Setelah ditanya, istrinya itu berkata, ‘Sebaik-baik lelaki ialah suamiku itu. Ia tidak pernah menginjak hamparan kita dan tidak pernah memeriksa tabir kita – maksudnya tidak pernah berkumpul untuk menyetubuhi istrinya – sejak kita datang padanya.’

Setelah peristiwa itu berjalan lama, maka ayahnya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda kepada ayahnya, ‘Pertemukanlah saya dengan lelaki itu.’

Saya menemui beliau sesudah diadukan oleh ayahku. Beliau bertanya, ‘Bagaimana cara kamu berpuasa?’ Saya menjawab, ‘Saya berpuasa tiap hari.’ Beliau bertanya, ‘Bagaimana cara kamu mengkhatamkan al-Qur’an?’ Saya menjawab, ‘Setiap malam saya mengkhatamkan sekali.’ Seterusnya orang itu menyebutkan sebagaimana cerita yang sebelumnya. Ia membacakan kepada salah satu istrinya sepertujuh bacaan yang ia baca. ia memulainya dari siang hari supaya lebih ringan ketika membacanya pada waktu malam. Jikalau ia hendak memperkuat dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah jumlah hari berbukanya itu kemudian ia berpuasa sebanyak hari berbukanya tersebut. Alasan ia melakukan demikian, karena ia tidak senang kalau meninggalkan sesuatu sejak ia berpisah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari: 3418 dan Muslim: 1159) 

Penjelasan hadist: Hadist ini sebagai dalil bahwa setiap manusia tidak mesti membebani dirinya dengan puasa dan melaksanakan shalat, akan tetapi sebaiknya ia mendirikan shalat dan puasa dengan harapan mendapat kebaikan, dan menghilangkan rasa lelah, sulit, dan penat.

Hadist kesepuluh:

Abu Rib’i Hanzhalah bin Arrabi’ Al-Usayyidi Al-Katib, salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bertemu dengan Abu Bakar radhiyallahu anhu, kemudian ia berkata, ‘Bagaimanakah keadaanmu, hai Hanzhalah?’ Saya menjawab, ‘Hanzhalah kini telah munafik.’ Abu Bakar berkata, ‘Subhanallah, apakah yang kau katakan itu?’ Saya menjawab, ‘Kalau dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami. Namun, bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta berbagai urusan maka kami sering lupa.’ Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, kami juga begitu.’

Kemudian saya dan Abu Bakar pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, Hanzhalah telah munafik telah munafik.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, apabila kami berada dihadapanmu kemudian engkau menceritakan tentang neraka dan surga, maka seolah-olah kami melihat dengan mata kepala kami. Namun, bila kami keluar dan bergaul bersama istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai macam persoalan, maka kami sering lupa.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu dihadapanku dan mengingat-ingatnya niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan. Namun hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali.” (HR. Muslim: 12/2750)

Penjelasan hadist: Siapapun dan apapun bisa memiliki hak atas diri Anda, sehingga setiap manusia bisa memberikan hak yang lain atas dirinya, dalam keadaan tenang, beribadah kepada Allah dengan penuh ketenangan. Sebab, setiap manusia ketika mendapat kesulitan dan kesusahan, maka ia akan merasa bosan dan lelah, dan akan meninggalkan hak yang sangat banyak.

Hadist kesebelas:

Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, “tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah, tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri lalu beliau menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia adalah Abu Israil, ia bernazar akan berdiri pada waktu panas, tidak akan duduk, dan tidak akan berteduh serta tidak akan berbicara dan akan berpuasa.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perintahkanlah dia supaya berbicara, berteduh, duduk, dan perintahkanlah dia supaya menyempurnakan puasanya’.” (HR. Bukhari: 6704)

Penjelasan hadist: Nadzar (janji) ada yang mengandung ketaatan dan ada yang tidak. Apabila nadzar tersebut dalam ketaatan maka penuhilah, dan apabila bukan dalam ketaatan maka tinggalkanlah. Ia harus membayar kifarat yamin (sumpah).



Sumber: kitab Riyadhus Shalihin

Orang yang Disobek Wajahnya Ketika Hari Kiamat

Orang yang Disobek Wajahnya Ketika Hari Kiamat




Diriwayatkan dari Sahl bin Handzalah RA, beliau berkata:

Rasulullah bersabda yang artinya: "Siapa yang mengemis padahal dia memiliki sesuatu yang cukup baginya, sesungguhnya dia hanya memperbanyak neraka jahannam". Para sahabat bertanya:" Kecukupan yang bagaimanakah yang tidak membolehkan untuk mengemis ?" Rasulullah menjawab:"Yaitu yang cukup untuk makan siang dan malamnya. (HR. Abu Dawud)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud RA, beliau berkata : "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang meminta-minta padahal ia memiliki apa yang mencukupinya, niscaya ia datang pada hari kiamat dalam wajahnya robek". (HR.Ahmad)

Jadi wajah yang disobek pada hari kiamat adalah wajah orang yang meminta-minta padahal ia memiliki apa yang mencukupinya. Perhatikan sabda Rasulullah berikut:


عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ 


Dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.”

sumber:http://www.lampuislam.org

Inilah Buroq, Tunggangan Nabi Muhammad SAW Saat Isra Miraj!

Inilah Buroq, Tunggangan Nabi Muhammad SAW Saat Isra Miraj! Isra Miraj  merupakan perjalanan  Nabi Muhammad SAW  yang dilakukan ...