Dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwasanya ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw: Bagaimanakah Islam yang baik itu?” Beliau menjawab, “Yaitu mau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada orang yang belum kamu kenal.” (HR. Bukhari Muslim).
Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Salam itu tak lagi terdengar sumbang di telinga, karena ia nyaris sudah menjadi budaya. Kini nyaris semua orang menjadikannya sebagai salam pembuka, mengawali teks pidato, memulai ceramah, mengantarkan pembicaraan dan sapaan kesopanan. Hingga ia pun terdengar lumrah, seperti halnya selamat pagi, kulonuwun, punten, permisi….
Namun mungkin tak banyak yang masih mengingat, Sang Kekasih Allah telah bersabda, bahwa ucapan itu menjadi salah satu parameter kebaikan seorang muslim, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim di atas; Berislamlah dengan baik dengan mengucap salam kepada yang engkau kenal dan tidak engkau kenal…
Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Ucapan ini sudah sedemikian akrab di lidah ummat muslim. Tiada kagok orang mengucapkannya. Baik yang memang setiap hari menyebutnya minimal lima kali sehari di akhir shalat, maupun mereka yang hanya membasahi lidah dengan salam di acara-acara resmi.
Tapi sudahkah ia menjadi menjadi sarana pengikat cinta? Sebagaimana kabar yang disampaikan Abu Hurairah ra? Ia bberkata: Rasulullah Saw bersabda, ”… Maukah kamu sekalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu mengerjakannya maka kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantara kamu sekalian”. (HR Muslim).
Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Sungguh kalimat ini amat mudah diucapkan. Hingga kadang orang meremehkan. Bahkan ada yang hendak menggantikannya dengan selamat pagi, atau sapaan lokal dan teritorial lainnya. Tidakkah teringat kata seorang sahabat, Abu Yusuf (Abdullah) bin Salam ra: Saya mendengar Nabi ‘alaihissalaam bersabda: “Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam, berikanlah makanan, hubungkanlah tali peraudaraan, dan shalatlah pada waktu manusia sedang tidur, niscaya kamu sekalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR Turmudzi). Duhai, alangkah nikmatnya! Ternyata tiket surga tidak mahal. ‘Cukup’ dengan menyebarkan salam.
Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh, Betapa cinta Rasulullah dengan untaian kata ini. Hingga tak lepas lisannya dari salam di setiap waktu dan kesempatan. Saat mendatangi suatu kaum, Rasulullah mengucapkan salam ini dengan diulang tiga kali. Saat Beliau melewati sekumpulan kaum wanita, saat bertemu dengan sekelompok anak-anak, saat bertamu atau memasuki rumahnya sendiri, doa rahmah itu mengalun indah dari bibirnya. Bahkan saat di dalam majelis, beliau tak bosan membalas salam sahabatnya yang hadir satu persatu, pun ketika mereka satu demi satu kemudian meninggalkan majelis dan kembali mengucap salam. Bahkan beliau pernah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian bertemu dengan saudaranya, maka hendaklah ia mengucap salam kepadanya. Dan seandainya diantara keduanya terpisah oleh pohon, dinding atau batu, kemudian bertemu kembali, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi”. (Disampaikan oleh Abu Hurairah, HR Abu Dawud).
Maka tak heran, jika Abdullah bin Umar suka pergi ke pasar, meski tak hendak membeli sesuatu. Kepada Tufail bin Ubay bin Ka’ab yang pernah menemaninya ia berkata, ”Wahai Tufail, mari ke pasar. Kita sampaikan salam kepada siapa saja yang kita jumpai. Maka berpuluh kali kalimat itu meluncur sejuk dari mulutnya, kepada para pedagang, pembeli, para kuli, tukang rombengan hingga warga papa.
Maka sungguh indah, jikalah salam itu disebarkan oleh wajah penuh senyuman, dihayati dan diresapi sebagaimana Abbas Assisi menyampaikan dalam surat-surat kepada sahabat-sahabatnya: Salaam Allah ‘alaika wa rahmatuhu wa barakaatuh. Sungguh damai dan nyaman, jika salam kita sampaikan sebagai ta’abbudan (ibadah) dan mahabbah (kecintaan), bukan sekedar kebiasaan. Salaam Allah yaa Ikhwatii, ya khalilii, wa rahmatuhu wa barakatuh. (Semoga Allah memberikan kedamaian, kasih mesra dan barakahNya untukmu saudaraku, sahabatku).
No comments:
Post a Comment